Submitted by penulis on Tue, 01/14/2025 - 13:01
Sejarah keberadaan orang Jawa di Suriname bermula pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika Suriname—yang saat itu merupakan koloni Belanda—membutuhkan tenaga kerja untuk menggantikan tenaga kerja budak yang dibebaskan setelah penghapusan perbudakan pada tahun 1863. Orang Jawa menjadi salah satu kelompok yang diimpor ke Suriname sebagai pekerja kontrak melalui sistem yang dikenal sebagai sistem kontrak buruh. Inilah yang menjadi titik awal kedatangan orang Jawa di Suriname, dan sejarah panjang hubungan antara kedua wilayah ini terbentuk sejak saat itu. Berikut adalah rangkuman sejarah kedatangan orang Jawa ke Suriname:
1. Latar Belakang Kedatangan
Pada akhir abad ke-19, Belanda yang masih menguasai Suriname menghadapi kekurangan tenaga kerja setelah penghapusan sistem perbudakan pada tahun 1863. Sebelum itu, Suriname banyak bergantung pada tenaga kerja budak dari Afrika, tetapi setelah perbudakan dihapuskan, Belanda mencari cara untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan tebu, kopi, dan kakao.
Untuk mengatasi kekurangan pekerja ini, Belanda mulai mengimpor buruh dari berbagai negara, termasuk dari India (Tamil), China, dan juga dari Jawa, yang saat itu merupakan bagian dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Para buruh kontrak ini dipekerjakan di ladang-ladang dan kebun-kebun di Suriname untuk menggantikan tenaga kerja budak yang telah dibebaskan.
2. Kedatangan Gelombang Pertama (1890-1939)
Pada tahun 1890-an, orang Jawa mulai datang ke Suriname sebagai bagian dari program imigrasi buruh kontrak yang diprakarsai oleh pemerintah Belanda. Dalam periode ini, sekitar 30.000 orang Jawa dibawa ke Suriname. Mereka sebagian besar berasal dari pulau Jawa, dengan latar belakang pertanian dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan di perkebunan. Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor pertanian, terutama di perkebunan gula, kopi, dan kakao.
• Sistem Buruh Kontrak: Para buruh ini dikontrak untuk bekerja selama lima tahun, dengan gaji yang rendah dan kondisi kerja yang keras. Setelah kontrak selesai, mereka dapat memilih untuk kembali ke Indonesia atau melanjutkan tinggal di Suriname.
• Kehidupan di Suriname: Banyak dari mereka yang memilih untuk menetap di Suriname karena sulitnya kondisi di Indonesia pada saat itu. Beberapa dari mereka membawa keluarga, sementara yang lain menikah dengan penduduk lokal setelah menetap.
3. Imigrasi Gelombang Kedua (1930-an hingga 1970-an)
Setelah gelombang pertama imigrasi, orang Jawa terus datang ke Suriname hingga pertengahan abad ke-20. Pada periode ini, jumlah orang Jawa yang datang meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah Belanda yang terus mengirimkan buruh kontrak dari Indonesia.
Selain itu, setelah Perang Dunia II, banyak orang Jawa yang tinggal di Suriname memilih untuk melanjutkan kehidupan mereka di sana meskipun kontrak kerja mereka telah selesai. Mereka membentuk komunitas yang lebih stabil dan mulai membangun kehidupan sosial dan ekonomi mereka di Suriname.
4. Proses Assimilasi dan Pembentukan Identitas Baru
Setelah beberapa generasi, orang Jawa yang tinggal di Suriname mulai mengasimilasi budaya setempat. Mereka mempertahankan banyak tradisi, bahasa, dan adat istiadat Jawa, tetapi juga mulai berbaur dengan masyarakat Suriname yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, seperti Afro-Surinamese, Hindustan, dan lainnya.
• Bahasa dan Budaya: Meskipun sebagian besar orang Jawa di Suriname berbicara dalam bahasa Jawa, mereka juga menguasai bahasa Sranan Tongo (bahasa kreol yang digunakan di Suriname) dan bahasa Belanda, yang menjadi bahasa resmi negara. Makanan dan adat Jawa, seperti gado-gado, nasi goreng, dan sate, tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.
• Kepercayaan: Mayoritas orang Jawa di Suriname adalah pemeluk Islam. Seiring berjalannya waktu, mereka membangun komunitas Islam yang kuat dan mendirikan banyak masjid di Suriname. Selain itu, ada juga beberapa yang mempraktikkan kepercayaan tradisional Jawa.
5. Kehidupan Sosial dan Politik di Suriname
Orang Jawa di Suriname memainkan peran yang penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi negara tersebut. Mereka terlibat dalam berbagai sektor, dari pertanian hingga bisnis dan pendidikan. Banyak di antara mereka yang menjadi pengusaha sukses dan terlibat dalam politik di Suriname.
Pada dekade-dekade terakhir, orang Jawa yang tinggal di Suriname semakin melibatkan diri dalam berbagai bidang kehidupan politik dan sosial, meskipun mereka tetap mempertahankan banyak unsur budaya dan tradisi Jawa dalam kehidupan mereka.
6. Peran Orang Jawa di Suriname Saat Ini
Saat ini, orang Jawa di Suriname membentuk salah satu komunitas etnis terbesar di negara tersebut. Mereka masih melestarikan banyak aspek budaya dan tradisi Jawa, meskipun mereka telah berasimilasi dengan budaya Suriname secara keseluruhan.
Orang Jawa di Suriname juga dikenal memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia, dan banyak dari mereka yang tetap menjalin hubungan keluarga dengan Indonesia. Hal ini tercermin dalam berbagai acara dan festival budaya, seperti perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Perayaan Tahun Baru Jawa (Satu Suro), yang tetap diperingati secara besar-besaran di kalangan komunitas Jawa di Suriname.
7. Jumlah Orang Jawa di Suriname
Hingga saat ini, diperkirakan lebih dari 200.000 orang Suriname keturunan Jawa tinggal di negara tersebut. Mereka adalah bagian integral dari masyarakat Suriname, dan bahasa serta budaya mereka menjadi bagian penting dari warisan budaya negara tersebut.
Kesimpulan
Kedatangan orang Jawa di Suriname merupakan bagian dari sejarah panjang migrasi dan sistem buruh kontrak yang diterapkan oleh Belanda. Orang Jawa datang ke Suriname untuk bekerja di perkebunan dan kemudian membangun kehidupan baru di sana. Selama lebih dari satu abad, mereka berhasil mempertahankan tradisi mereka sambil beradaptasi dengan budaya lokal, menciptakan sebuah komunitas yang kuat di Suriname. Hingga hari ini, keturunan orang Jawa tetap memainkan peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik di Suriname.

